Masih Ada Waktu

Pembaca yang kreatif, dalam sebuah video klip berjudul 'Masih Ada Waktu', seorang penyanyi solo yang bernama Segara mengawali lantunan sebuah syair: "Bila masih mungkin, kita menorehkan batin. Atas nama jiwa dan hati tulus ikhlas. Mumpung masih ada kesempatan buat kita. Mengumpulkan bekal perjalanan abadi."

Syair ini sebenarnya terdengar tidak asing. Namun terasa berbeda ketika dilantunkan oleh Segara dengan suara yang jernih dan aransemen musik yang berkarakter muda milenial. Yang muncul adalah rasa tertegun ketika mendengarnya. Seolah-oleh kita dibawa berpikir secara mendalam.

Syair tersebut pun dilanjutkan oleh Adera. "Kita pasti ingat, tragedi yang memilukan. Kenapa harus mereka yang terpilih menghadap. Tentu ada hikmah yang harus kita petik. Atas nama jiwa mari heningkan cipta."

Saya merasakan ada pesan yang tersampaikan dalam situasi Covid-19 saat ini. Kondisi ini membuat kita benar-benar merasakan bagaimana sehat dan menjaga kesehatan menjadi prioritas. Muncul harapan bahwa kita diminta untuk mengambil hikmah dari setiap kejadian.

Selanjutnya Ebiet G Ade melantunkan, “Kita mesti bersyukur. Bahwa kita masih diberi waktu. Entah sampai kapan. Tak ada yang bakal dapat menghitung."Ebiet mengajak masing-masing pribadi untuk tiada hentinya bersyukur dengan apa yang diperolehnya. Bahwa kebaikan, kelancaran rezeki, mudahnya urusan menjadi hal yang patut selalu diungkapkan dengan rasa syukur. Karena bagaimana kedepannya, apakah lapang ataukah sempit, maka tiada orang yang mengetahuinya.

Namun kita tetap bisa melewatinya dengan semangat terus memberi. Seperti yang disampaikan seorang siswa SMA Daarut Tauhid Bandung ketika ditanya siapa yang dijadikan mentor olehnya. Jawabannya adalah sang ayah. Karena ayahnya mengajarkan untuk memberi terlebih dahulu sebelum kamu menerima.

Pembaca yang kreatif, Segara, yang merupakan putra bungsu Ebiet ini, pun meneruskan syair: "Hanya atas kasihNya. Hanya atas kehendak-Nya. Kita masih bertemu matahari." Lirik ini mengajarkan kepada kita, apa yang kita dapatkan semuanya saat ini. Masih diberikan kehidupan dan aktivitas yang baik adalah karunia dari Yang Maha Kuasa.

Adera, putra kedua Ebiet, meneruskan syair lagu itu. "Kepada rumput ilalang. Kepada bintang gemintang. Kita dapat mencoba, meminjam catatan-Nya." Sepertinya kita diminta untuk merenung untuk belajar dari tanda-tanda alam. Mengambil pelajaran untuk menjadi yang lebih baik. Perbaiki kelemahan dan berikan kemampuan agar kita terus mendapat manfaat.

Kemudian ketiganya serentak melantunkan: "Sampai kapankah gerangan. Waktu yang masih tersisa. Semuanya menggeleng, Semuanya terdiam," terdengar suara Segara. "Semuanya menjawab tak mengerti," susul Adera. "Yang terbaik hanyalah Segeralah bersujud. Mumpung kita masih diberi waktu,"tutup Ebiet.

Pembaca yang kreatif, kita belajar dari bapak dan kedua putranya ini. Bagaimana dalam masa Covid-19 ini, satu syair yang mereka bawakan dapat menggugah dan memberi inspirasi bagi orang yang mendengarkannya.

Bagaimana dengan kita? Apakah unggahan kita di media sosial adalah sesuatu yang menggugah orang? Ataukah hanya sebatas keluh-kesah terkait betapa susahnya keadaan saat ini?

Jawabannya: Masih ada waktu untuk membuat semuanya bernilai untuk kita dan orang lain.

Sehat dan sukses selalu.

Tulisan ini telah dimuat di harian Republika tanggal 28 Agustus 2020 Rubrik Inspira halaman 10.


BAGIKAN