Soroti Krisis Etika Pendidikan Indonesia, Prof. Halim Purnomo Desak Integrasi 'Konsep Profetik' dan OBE dalam Kurikulum

Maraknya kasus sosial seperti tawuran antar siswa, kekerasan dalam rumah tangga, hingga praktik ketidakjujuran di tengah masyarakat menunjukkan adanya darurat etika yang harus segera direspons oleh dunia pendidikan. Menjawab persoalan ini, Dosen Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Studi Islam dan Peradaban (FSIP), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Dr. Halim Purnomo, M. Pd. I., dalam orasi ilmiahnya menyerukan perlunya reformasi kurikulum dengan memasukkan pendekatan berbasis hasil belajar atau Outcome Based Education (OBE). Orasi ilmiah ia sampaikan pada Rabu pagi (15/10) di Ruang Sidang Utama Gedung AR Fachruddin A UMY lantai 5.

Mengangkat judul "Pendidikan Karakter Kritis dan Etis: Pendekatan Konsep Profetik di Era Anomalistik," Halim menegaskan bahwa persoalan etika di sudut-sudut desa dan kota, baik di kalangan peserta didik maupun tenaga pendidik, memerlukan penanganan yang mendasar.

“Wajah beberapa sudut-sudut desa dan kota di Indonesia masih sering ditemukan permasalahan yang perlu segera diselesaikan, seperti tawuran antar siswa dan rendahnya etika yang terjadi, baik di kalangan peserta didik maupun tenaga pendidik,” tegas Halim, menekankan perlunya solusi yang mendesak.

Lebih lanjut, ia menggarisbawahi pentingnya perombakan paradigma pendidikan. Halim secara eksplisit mendesak agar konsep Outcome Based Education (OBE) segera diintegrasikan secara serius ke dalam kurikulum nasional. Baginya, OBE adalah ikhtiar penting untuk menghasilkan siswa yang tidak hanya unggul secara kognitif, tetapi juga mampu menginternalisasi dan menerapkan prinsip moral serta etika dalam setiap aspek kehidupannya.

Halim juga memaparkan berbagai kasus sosial yang menjadi cerminan kegagalan sistem pendidikan saat ini, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pembulian, ketidaksetaraan akses, hingga isu ketidakjujuran dan tanggung jawab.

“Contoh lain kasus kekerasan dalam rumah tangga, pembulian, ketidaksetaraan akses, ketidakjujuran dan tanggung jawab, dan banyak kasus lain menunjukkan perlunya segera ada remodifikasi dalam penyelenggaraan pendidikan,” tambahnya.

Ia mengindikasikan bahwa akar persoalan ini terletak pada ketidaksinkronan antara teori dan praktik di lapangan. Oleh karena itu, Halim menekankan bahwa berdasarkan isu-isu etika yang mengemuka ini, adalah sangat penting untuk segera melakukan revisi mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan Indonesia, agar lulusan tidak hanya menjadi insan cerdas, tetapi juga berkarakter kritis, etis, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai profetik.

Humanisasi, Liberasi, dan Transendensi jadi Kekuatan Kunci

Halim juga menawarkan konsep pendidikan profetik yang berlandaskan tiga kekuatan utama, yakni humanisasi, liberasi, dan transendensi. Humanisasi menekankan etika dalam tindakan dan pengambilan keputusan yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan. Liberasi menuntut peserta didik untuk berani bersikap kritis terhadap ketidakadilan dan kebodohan sosial yang terjadi di sekitarnya. Sementara transendensi mengajarkan pentingnya keimanan kepada Tuhan sebagai sumber kekuatan moral tanpa kehilangan rasionalitas.

“Ketiga pilar ini sejalan dengan misi kenabian sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW, sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21,” terang Halim.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa nilai etis dan moral harus menjadi fondasi utama dalam pendidikan modern. “Nilai akademik tinggi tanpa moral dan tanggung jawab tidak berarti apa-apa. Pendidikan harus melahirkan manusia yang berpikir kritis, beretika, dan menebar keadilan,” tuturnya. Menurutnya, peran guru bukan hanya menyampaikan materi, tetapi juga menuntun peserta didik dalam proses berpikir reflektif, menghargai perbedaan, serta menumbuhkan empati dan tanggung jawab sosial.

Halim menyimpulkan bahwa melalui pendekatan profetik yang digabungkan dengan kerangka kurikulum yang berorientasi hasil, dunia pendidikan dapat segera mengatasi isu-isu etika yang menggerogoti moral bangsa dan menghasilkan generasi dengan karakter kritis dan etis. (FU)


BAGIKAN