Telkom Indonesia Ajak Mahasiswa UMY Kembangkan Learning Agility di Era Digital

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini bukan lagi sekadar wacana masa depan, melainkan realitas yang telah mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. Dari sektor hiburan, pendidikan, hingga bisnis, hampir seluruh layanan digital kini beroperasi dengan dukungan teknologi AI. Kondisi ini menuntut generasi muda untuk tidak hanya menjadi pengguna pasif, tetapi juga memahami cara kerja dan potensi besar yang dimiliki teknologi tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama Telkom Indonesia, Dian Siswarini, dalam acara Digistar Connect: Building 113,000 Next Generation AI Talents for Indonesia’s Future, yang digelar di Gedung Djarnawi Hadikusuma E8 Lantai 5, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), pada Kamis (23/10).

“Kalau orang bilang AI adalah permainan masa depan, saya tidak setuju. Karena AI bukan the future game, tapi the game of now. AI bukan sesuatu yang akan datang, tapi sudah ada sekarang. Kalau kita tidak belajar AI sekarang, kita akan sangat tertinggal,” tegas Dian.

Learning Agility, Kunci Bertahan di Era Perubahan Cepat

Menurut Dian, di tengah derasnya arus inovasi digital, kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat (learning agility) menjadi kompetensi yang wajib dimiliki generasi muda. Keterampilan ini bahkan dinilai lebih penting dibanding hanya menguasai satu bidang tertentu.

“Dulu ketika saya baru masuk dunia telekomunikasi, kami masih bisa membuat business plan untuk 10 tahun ke depan. Sekarang, membuat rencana lima tahun saja sudah sulit karena teknologi berubah begitu cepat. Maka yang paling penting bukan hanya punya rencana, tapi punya kemampuan untuk terus belajar,” ungkapnya.

Learning agility, lanjut Dian, tidak hanya berarti cepat belajar, tetapi juga mampu memahami dan mengaplikasikan teknologi baru secara efektif. Dalam dunia kerja, kemampuan ini menjadi pembeda antara talenta yang berkembang dan yang tertinggal.

“Teknologi baru bisa muncul setiap saat. Mahasiswa yang cepat belajar akan lebih mudah beradaptasi dan tetap relevan di tengah perubahan. Karena itu, generasi muda harus terus mengasah soft skill, bukan hanya hard skill,” tambahnya.

Dian juga mengingatkan bahwa kemajuan AI berpotensi mengubah struktur pekerjaan di berbagai sektor. Sejumlah profesi konvensional, seperti editor teks dan video, kini mulai tergantikan oleh sistem otomatis berbasis AI. Namun, ia menegaskan bahwa teknologi tidak sepenuhnya akan menggantikan manusia.

“AI hanyalah alat. Yang paling penting tetaplah orang di balik alat itu. Meskipun AI menjadi alat bantu berpikir, jangan jadikan kecerdasan buatan sebagai otak utama. Kreativitas, empati, dan nalar kritis tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh mesin,” tegasnya.

Melalui kegiatan ini, Dian berharap mahasiswa UMY dan generasi muda Indonesia dapat memanfaatkan teknologi dengan bijak, mengasah kemampuan adaptasi, serta menjadikan AI sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hidup, bukan sekadar alat otomatisasi pekerjaan. (NF)


BAGIKAN