 
				Menulis bukan sekadar aktivitas menuangkan kata di atas kertas, tetapi juga bentuk keberanian berpikir dan berkontribusi bagi perubahan. Melalui tulisan, ide dan pengalaman dapat diabadikan, disebarluaskan, dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Bagi perempuan, menulis merupakan sarana pemberdayaan diri sekaligus kontribusi nyata dalam membangun peradaban yang berkemajuan.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Dyah Mutiarin, S.IP., M.Si., selaku Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dalam acara Workshop “Perempuan Berkemajuan Menulis” yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan (LPPA) Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (16/10) di Gedung Ar Fachruddin A Lantai 5 UMY.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Dyah Mutiarin, yang akrab disapa Prof. Arin, menegaskan bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk menyebarkan gagasan dan ilmu pengetahuan melalui karya tulis, termasuk dalam bentuk book chapter.
“Kalau buku referensi itu ditulis sendiri, maka book chapter adalah karya bersama yang menggambarkan semangat gotong royong intelektual. Karena ditulis secara kolaboratif dan dari berbagai perspektif, book chapter dapat menumbuhkan budaya intelektual yang saling memperkaya,” ujarnya.
Prof. Arin menambahkan bahwa banyak perempuan sering kali ragu untuk memulai menulis karena merasa kurang layak atau khawatir tulisannya tidak orisinal. Padahal, keraguan tersebut justru harus dihadapi dengan keberanian untuk mencoba.
“Jangan takut kalau merasa orang lain sudah menulis hal yang sama. Setiap orang punya sudut pandang yang unik. Tulislah hal-hal yang dekat dengan pengalaman pribadi, karena dari sanalah lahir tulisan yang paling jujur dan menginspirasi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Arin mendorong peserta untuk memilih tema-tema yang relevan dengan konteks perempuan berkemajuan. Menurutnya, isu seperti ketahanan keluarga, kesehatan mental generasi muda, pemberdayaan ekonomi perempuan, partisipasi politik, hingga pelestarian lingkungan hidup merupakan topik yang kaya untuk diangkat dalam book chapter.
Dalam pemaparannya, ia juga menjelaskan prinsip-prinsip penulisan book chapter yang baik antara lain orisinalitas ide, kejelasan struktur, argumentasi yang kuat, serta penggunaan referensi yang dikelola secara profesional melalui aplikasi seperti Mendeley atau Zotero.
“Tulisan yang baik tidak harus rumit. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyampaikan ide dengan bahasa yang jelas, sederhana, dan mampu menyentuh pembaca. Tulisan yang hidup adalah tulisan yang berbicara kepada hati pembacanya,” tegasnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Ketua LPPA PWA DIY, Dr. Dini Yuniarti, S.E., M.Si., CIQnR, menegaskan bahwa workshop ini bukan sekadar pelatihan teknis menulis, tetapi langkah strategis untuk menumbuhkan budaya literasi di kalangan perempuan ‘Aisyiyah.
“Kami ingin menulis menjadi kebiasaan, bukan beban. Setiap langkah dan kegiatan ibu-ibu ‘Aisyiyah perlu terdokumentasi dalam karya tulis yang berkualitas, karena di sanalah nilai perjuangan dan kontribusi mereka akan dikenang,” tutup Dr. Dini. (NF)