Alih Profesi Menjadi Karakter Era Disrupsi Teknologi

Industri 4.0 dan Society 5.0 atau era disrupsi teknologi mendorong perubahan lapangan kerja atau alih profesi akibat pekerjaan manusia digantikan oleh mesin, robot, dan teknologi cerdas buatan.

Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta Prof. Dr. Edy Suandi Hamid menyatakan perguruan tinggi dalam menghadapi era itu harus hadir dengan melakukan rekayasa lulusan yang inovatif dan akomodatif terhadap perubahan teknologi tersebut.

Mengutip data McKinsey, Edy Suandi Hamid menyebut terdapat 75 juta – 375 juta tenaga kerja global beralih profesi pada 2016-2017, sementara Gartner menyebut terdapat 1,8 juta pekerjaan digantikan oleh artificial intelligence atau perangkat kecerdasan buatan.

“Teknologi melahirkan berbagai pekerjaan atau profesi yang saat ini belum ada,” kata dia saat webinar Perguran Tinggi dan Masa Depan Bangsa, yang diselenggarakan ICMI DI Yogyakarta (8/12/2021).

Revolusi industri 4.0 akan makin masif dampaknya bagi pekerjaan pada tahun-tahun mendatang. Terdapat estimasi dari para ahli, sebanyak 75 persen pekerjaan yang saat ini bisa dikerjakan oleh pekerja berbagai latar belakang profesi akan hilang pada 10 tahun ke depan.

Menghadapi situasi tersebut, perguruan tinggi harus menyiapkan sumber daya manusia yang bisa berpikir kreatif dan memiliki kemampuan mengaplikasikan teknologi dalam berbagai pekerjaan.

Menurut Edy Suandi Hamid, perguruan tinggi menghadapi tantangan untuk menciptakan karakter lulusan yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan memiliki karakter inovatif. Tantangan tersebut datang dari internal perguruan tinggi seperti keterbatasan perangkat pendukung pembelajaran dan sumber daya manusia berkualifikasi doktor. Kemudian tantangan dari eksternal dalam bentuk dukungan pendanaan (subsidi) dari pemerintah seperti regulasi penyelenggaraan pendidikan yang membatasi pembukaan prodi baru.

Prof. Dr. Rochmat Wahab, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (2009-2017) berpendapat, perguruan tinggi menjadi arena strategis menjawab persoalan sumber daya manusia dan bangsa yang sedang menghadapi masa depan tidak menentu.

“Bagaimana peran dan platform perguruan tinggi yang menghasilkan sumber daya manusia sesuai dengan perkembangan teknologi, dan produk riset yang diperlukan untuk menghadapi masa depan, itu tantangan perguruan tinggi saat ini,”kata dia.

Anggota Dewan Kehormatan Forum Rektor Indonesia dan Dewan Pertimbangan ICMI DIY menegaskan, tantangan perguruan tinggi di Indonesia makin berat dalam mencapai peran tersebut karena problem pendanaan. Perhatian pemerintah dalam mengalokasikan dana riset dan sumber daya manusia sangat berkurang belakangan.

 “Dana pemerintah lebih banyak diserap oleh pembangunan infrastruktur, atau dana pemerintah lebih besar dialokasikan ke sektor non sumber daya manusia dan riset. Dalam situasi demikian, perguruan tinggi tetap dituntut untuk meraih pencapaian yang maksimal.”

©WidyaMataram


BAGIKAN