Pengalaman magang biasanya berlangsung di lingkungan lokal, namun tidak demikian bagi Avicenna Ismail Noor Esa, mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Studi Islam dan Peradaban (FSIP), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) angkatan 2022.
Dengan semangat menjelajah dan berdakwah, Avicenna berhasil menembus ranah internasional untuk menjalani magang hibrida lintas benua di Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Belanda, sebuah pengalaman yang menggabungkan kerja akademik, diplomasi, dan dakwah global.
Magang tersebut berlangsung sejak 30 September hingga 15 November 2025, dan semula berpusat di Belanda. Namun, pengalaman yang ia jalani ternyata berkembang jauh melampaui ekspektasi awal.
Avicenna menceritakan bahwa awal mula magangnya bermula dari kombinasi antara inisiatif pribadi dan peluang akademik. Ia berangkat ke Belanda untuk menjadi presenter dalam konferensi internasional bertajuk
“Harmony in Turbulence: The Intersection of Faith, Climate Justice, and Global Peace”
yang diselenggarakan oleh The 4th PCINU Belanda’s Biennial International Conference di University of Groningen.
Konferensi tersebut menghadirkan 67 makalah dari berbagai benua, terbagi dalam tujuh panel tematik.
Dalam forum itu, Avicenna mempresentasikan karyanya berjudul “Green Waqf Connect: Empowering Youth through Digital Islamic Philanthropy for Environmental Action” pada Panel 1a: Faith and Environmental Responsibility.
Melihat besarnya potensi jejaring dari konferensi tersebut, Avicenna berinisiatif menghubungi pihak Program Studi KPI UMY, yang kemudian memfasilitasi komunikasi resmi dengan PCIM Belanda.
“Pihak PCIM Belanda menyambut sangat baik. Akhirnya, program PPL (magang) saya disusun agar bisa berjalan bersamaan dengan kegiatan konferensi,” ujarnya saat dihubungi daring, Selasa (21/10).
Selama magang di PCIM Belanda, Avicenna berhadapan dengan lingkungan kerja profesional yang diisi oleh akademisi, mahasiswa pascasarjana, dan pegiat volunteerism dari berbagai latar belakang.
Ia bertugas sebagai Public Relations (PR) Officer sekaligus Liaison Officer (LO) yang mewakili PCIM Belanda di forum internasional.
“Saya harus proaktif, disiplin, dan mandiri dalam bekerja, tapi juga fleksibel. Tidak ada yang ‘menyuapi’ pekerjaan. Saya harus aktif mengusulkan ide dan mengeksekusinya,” tuturnya, menegaskan pentingnya inisiatif dan komunikasi adaptif.
Saat ini, Avicenna dipercaya menjadi Project Officer untuk sebuah kajian internasional daring yang akan dilaksanakan pada awal November. Ia bertanggung jawab menyusun Terms of Reference (ToR), mengoordinasikan narasumber dari berbagai negara, serta merancang publikasi lintas zona waktu di jejaring PCIM global.
“Tugas ini melatih saya untuk berpikir strategis dan manajerial sekaligus menjaga ritme komunikasi lintas benua,” tambahnya.
Tantangan baru muncul ketika Avicenna harus berpindah lokasi dari Belanda ke Arab Saudi karena alasan tertentu. Namun, alih-alih berakhir, magangnya justru bertransformasi menjadi program hybrid lintas kawasan.
“Saya tetap menjadi bagian dari PCIM Belanda, tapi kini juga membantu menjalin hubungan dengan PCIM Arab Saudi. Jadi, magang ini bukan hanya lintas benua, tapi juga lintas kultur,” jelasnya.
Di Arab Saudi, ia berperan sebagai PR Officer yang mengoordinasikan komunikasi dan undangan program antar-PCIM dunia. Melalui posisi ini, Avicenna ikut memperluas jejaring dakwah internasional Muhammadiyah, terutama dalam konteks diplomasi Islam modern.
Sebagai mahasiswa KPI, Avicenna menilai seluruh ilmu yang ia pelajari terpakai secara langsung.
“Sebagai PR Officer, saya menerapkan ilmu Public Relations Intercultural Communication. Saat merancang kajian, saya mengimplementasikan Manajemen Produksi Siaran dan Manajemen Program Dakwah,” ujarnya.
Menurut Avicenna, nilai inti KPI UMY yang paling relevan dengan pengalamannya adalah dakwah intelektual yang mencerahkan.
Ia berupaya menghadirkan bentuk dakwah yang bukan hanya bersifat spiritual, tetapi juga akademik dan strategis, sebuah dakwah bil-ilmi yang sejalan dengan visi PCIM sebagai corong intelektual Muhammadiyah di tingkat global.
“Magang ini membentuk mentalitas global saya. Saya belajar diplomasi, networking, dan adaptasi lintas budaya yang luar biasa,” katanya.
Ia menutup kisahnya dengan pesan bagi mahasiswa UMY lainnya:
“Jangan menunggu kesempatan, namun jemput bola. Siapkan nilai jual berupa ide dan proyek konkret, punya mental adaptif, dan pahami substansi dakwah agar tidak hanya jadi teknisi media, tapi juga pembawa pesan Islam berkemajuan.” (FU)