Dosen UWM Jelaskan Pengaruh Aphelion terhadap Penurunan Suhu di Yogyakarta

Beberapa hari terakhir, sebagian warga Yogyakarta merasakan suhu udara di pagi dan malam hari terasa lebih sejuk dari biasanya. Fenomena ini bertepatan dengan Aphelion, yaitu kondisi ketika jarak Bumi dengan Matahari berada pada titik terjauhnya dalam setahun. Tahun ini, Aphelion terjadi pada sekitar tanggal 4 Juli.

Intan Permatasari, S.T., M.Sc., dosen Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, menjelaskan bahwa Aphelion memang membuat radiasi Matahari yang diterima Bumi sedikit berkurang. Meski hanya sekitar 7 persen, pengaruhnya dapat membuat suhu rata-rata turun sedikit, terutama pada pagi dan malam hari.

“Di Jogja, dampaknya memang tidak besar, tetapi karena bertepatan dengan musim kemarau, udara kering dan langit cerah membuat panas Matahari di siang hari cepat hilang setelah matahari terbenam. Inilah yang membuat suhu pagi dan malam terasa lebih dingin,” terangnya di Kampus Terpadu UWM, Banyuraden, Gamping, Sleman, Senin (14/7).

Selain itu, angin timur atau tenggara yang bertiup di musim kemarau juga membawa udara kering dari Australia ke Indonesia. Udara kering ini mendukung suhu dingin di malam hari. “Suhu maksimum siang mungkin tetap hangat, tapi di malam hari bisa turun lebih dari 1–2 derajat dibanding biasanya. Jadi tidak heran kalau pagi hari terasa lebih dingin,” tambah Intan.

Intan juga memaparkan bahwa secara umum, suhu maksimum harian di Bumi bisa turun sekitar 0,5 hingga 1,5°C ketika Aphelion bertepatan dengan musim panas di belahan Bumi utara. “Walaupun kemiringan sumbu Bumi adalah faktor utama yang menentukan musim, berkurangnya radiasi Matahari saat Aphelion membantu menahan suhu ekstrem agar tidak terlalu melonjak. Di wilayah tropis seperti Indonesia, sinar Matahari cenderung tegak lurus sepanjang tahun, jadi pengaruh Aphelion memang tidak terlalu terasa secara langsung,” jelasnya.

Intan mengingatkan, tren pemanasan global akibat gas rumah kaca juga memengaruhi cara Bumi merespons perubahan jarak orbitnya. “Kalau suhu rata-rata naik 1 hingga 2 derajat Celsius, dampak Aphelion bisa tertutup oleh efek pemanasan global, sehingga pengaruhnya tidak mudah diamati dalam waktu singkat. Namun, memahami orbit Bumi tetap penting untuk memprediksi iklim jangka panjang dan membedakan mana perubahan iklim yang alami dan mana yang disebabkan oleh aktivitas manusia,” pungkas Intan.


BAGIKAN