Seri Artikel Pajak Pemerintah #3 : Pajak atas Transaksi dengan Kartu Kredit Pemerintah (KKP)

Hai #kawanlima di manapun kalian berada. Semoga selalu sehat ya.

Meneruskan tulisan sebelumnya dalam Seri Artikel Pajak Pemerintah, kali ini kami sajikan edisi ke #3 bertajuk Pajak atas Transaksi dengan Kartu Kredit Pemerintah (KKP).

Ketentuan tentang Kartu Kredit Pemerintah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah.

Apa itu Kartu Kredit Pemerintah? Kartu Kredit Pemerintah atau selanjutnya disingkat KKP adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah, dan Satker berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.

Lalu, bagaimana sih penggunaan KKP itu sendiri ?

Prinsipnya sama dengan kartu kredit lainnya, di mana bank “menalangi” belanja instansi pemerintah kepada rekanan. Kemudian instansi pemerintah tersebut melakukan pelunasan sesuai dengan waktu yang ditentukan kepada bank.

Nah, bagaimana jika dalam transaksi tersebut ada pajaknya? Mari kita kupas secara singkat ya.

PPh Pasal 22

Jika kita melakukan pembelian barang, misalnya ATK kepada rekanan dengan nilai di atas 2 juta rupiah, maka bendahara pemerintah wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5%. Tetapi jika pembayaran transaksi tersebut dilakukan dengan KKP, maka bendaharawan pemerintah tidak  melakukan pemungutan PPh Pasal 22.

Dasar Hukum : Pasal 12 ayat (2) huruf b PMK nomor 231/PMK.03/2019 seperti telah diubah dengan PMK nomor 59/PMK.03/2022.

PPh Pasal 23

Atas transaksi dengan rekanan yang menimbulkan kewajiban PPh Pasal 23, maka bendaharawan pemerintah tetap melakukan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut. Jadi ketika bendahara akan melakukan pelunasan kepada pihak bank, jangan lupa untuk memotong PPh Pasal 23 nya dulu, kemudian disetorkan ke kas negara. Baru setelah itu dilakukan pelunasan.

Dasar Hukum : Pasal 16 PMK nomor 196/PMK.05/2018. Selain itu, PPh Pasal 23 tidak termasuk yang dikecualikan dalam PMK nomor 231/PMK.03/2019 seperti telah diubah dengan PMK nomor 59/PMK.03/2022.

PPN

Pada prinsipnya, Pajak Pertambahan Nilai dipungut atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak dengan nilai di atas 2 juta rupiah. Namun ketika transaksi dibayarkan dengan KKP, maka bendaharawan pemerintah tidak melakukan pemungutan.

PPN atas transaski dengan KKP dipungut, disetor dan dilaporkan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan tersebut.

Dasar Hukum : Pasal 18 ayat (1) huruf b PMK nomor 231/PMK.03/2019 seperti telah diubah dengan PMK nomor 59/PMK.03/2022.

Kesimpulan

Berdasarkan ulasan singkat tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketika transaksi dibayarkan dengan KKP, maka Bendaharawan Pemerintah :

  1. Tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22

  2. Melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23

  3. Tidak melakukan pemungutan PPN

Demikian artikel singkat ini, semoga bermanfaat menambah wawasan #kawanlima semua. Terima kasih sudah menyimak. Salam sehat selalu.

 

Oleh : Muhammad Iqbal Fauzi | Staf pada Kepenyeliaan Keuangan LLDikti Wilayah V

* Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja | Sumber gambar : situs https://djpbn.kemenkeu.go.id/


BAGIKAN