TGPF Saja Belum Cukup, DPR Perlu Bentuk Pansus Selidiki Demonstrasi Agustus

Desakan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengungkap kebenaran di balik demonstrasi Agustus 2025 semakin menguat, terlebih setelah peristiwa tersebut menelan korban jiwa hingga sepuluh orang. Menurut dosen dan pakar hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr. King Faisal Sulaiman, LLM., TGPF saja tidak cukup. DPR RI dinilai juga perlu membentuk Panitia Khusus (Pansus) agar penyelidikan tidak hanya berhenti pada aspek hukum, tetapi juga menyentuh dimensi politik yang lebih luas.

Saat ditemui pada Rabu (17/09), King menjelaskan bahwa pembentukan TGPF sangat mendesak untuk memastikan apakah demonstrasi yang berlangsung selama dua bulan tersebut merupakan murni penyampaian aspirasi publik atau ada indikasi politisasi, serta apakah aparat penegak hukum telah bekerja sesuai prosedur atau justru melakukan pelanggaran.

Menurutnya, DPR juga memiliki tanggung jawab secara politik untuk turut mengawal penyelidikan ini. Dengan dibentuknya Pansus, DPR dapat bersinergi dengan TGPF sehingga temuan fakta hukum dan fakta politik saling melengkapi.

“Output rekomendasi TGPF bisa diperkuat dengan hasil kerja Pansus DPR. Keduanya saling komplementer, dan dapat menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum yang lebih transparan. Jika ada pelanggaran pidana, harus diproses secara terbuka,” jelas King.

Pembentukan Pansus DPR merupakan langkah strategis agar hasil penyelidikan tidak berhenti sebagai rekomendasi belaka. Pansus berperan sebagai mekanisme kontrol politik yang dapat mengawasi jalannya investigasi, sekaligus melengkapi temuan TGPF dengan fakta politik.

Menurutnya, konstitusi menjamin hak warga untuk berdemonstrasi, sehingga jika terdapat tindakan anarkis atau represif yang menyebabkan jatuhnya korban, hal itu harus diungkap secara transparan.

“Urgensi pembentukan TGPF ini perlu kita dukung, asalkan motifnya adalah mengungkap secara objektif dan transparan fakta-fakta hukum yang terjadi di balik peristiwa demonstrasi,” ujarnya.

Lebih jauh, King menilai keanggotaan TGPF harus mencerminkan unsur yang beragam agar independen dan kredibel. Tidak hanya aparat kepolisian atau penegak hukum, tetapi juga melibatkan elemen masyarakat sipil, pers, akademisi, dan lembaga independen seperti Komnas HAM. Dengan komposisi tersebut, TGPF dapat bekerja lebih imparsial dan tidak menimbulkan kecurigaan publik.

Ia juga mengingatkan bahwa waktu kerja TGPF tidak boleh berlarut-larut. Idealnya, penyelidikan dapat diselesaikan dalam waktu 4-5 bulan dengan hasil yang konkret, baik berupa rekomendasi penegakan hukum terhadap aktor yang terlibat maupun perbaikan prosedur penanganan demonstrasi oleh aparat. Jika penyelidikan ditunda atau dibiarkan terlalu lama, publik justru akan semakin kehilangan kepercayaan pada institusi negara. Sebaliknya, penyelesaian yang cepat dan transparan diyakini akan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, kepolisian, maupun lembaga peradilan.

“Masyarakat menunggu bukti nyata bahwa pemerintah benar-benar serius menegakkan keadilan. Komitmen reformasi hukum dan memperkuat HAM yang menjadi bagian dari program Asta Cita Presiden Prabowo harus tercermin salah satunya dalam keseriusan membentuk TGPF maupun Pansus DPR,” pungkas King. (ID)


BAGIKAN