Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menyiapkan aplikasi reses digital sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat secara daring. Melalui sistem ini, kegiatan reses akan terdokumentasi secara digital, terbuka untuk publik, serta diharapkan mampu memperkuat transparansi dan akuntabilitas wakil rakyat.
Namun, gagasan tersebut dinilai masih perlu dikaji dari sisi kesiapan infrastruktur, literasi digital, serta komitmen politik agar tidak sekadar menjadi proyek formalitas. Pakar Teknologi Informasi dan Komunikasi Pemerintahan Digital Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Helen Dian Fridayani, S.IP., M.IP., Ph.D., menilai inisiatif ini berpotensi positif, tetapi implementasinya tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.
“Kalau dilihat dari sisi positif, aplikasi reses bisa menjadi sarana transparansi dan akuntabilitas anggota legislatif. Masyarakat bisa tahu kapan jadwal reses berlangsung, aspirasi apa yang diserap, serta tindak lanjut yang dilakukan. Semuanya dapat diakses secara real-time dan terbuka,” jelas Helen dalam keterangan daring, Selasa (21/10).
Menurut Helen, kehadiran aplikasi ini juga dapat memperluas partisipasi publik. Daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau anggota DPR bisa lebih mudah berkomunikasi secara daring. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur digital dan tingkat literasi masyarakat.
“Kita harus realistis. Kesiapan infrastruktur digital di Indonesia belum merata. Di daerah 3T, jaringan internet masih terbatas. Jadi, meskipun aplikasinya bagus, kalau masyarakat tidak punya akses jaringan atau belum paham cara menggunakannya, tetap tidak akan efektif,” tambahnya.
Lebih lanjut, Helen menekankan tiga aspek utama agar aplikasi tersebut benar-benar mencerminkan prinsip good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), yaitu keterbukaan informasi publik, dokumentasi digital yang akuntabel, dan kontrol publik yang luas.
Agar aplikasi reses benar-benar mampu menjembatani komunikasi antara DPR dan masyarakat, Helen menyarankan agar sistem ini dilengkapi dengan fitur interaktif yang mudah digunakan, seperti kategori isu berdasarkan bidang aspirasi, misalnya pendidikan, ekonomi, atau infrastruktur.
“Ketika masyarakat melapor dan segera mendapat tanggapan, itu akan menumbuhkan kepercayaan. Sebaliknya, jika aspirasi tidak direspons, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan dan hal itu berdampak pada legitimasi politik anggota DPR,” jelasnya.
Selain itu, Helen menekankan pentingnya integrasi sistem agar aplikasi reses tidak berjalan sendiri-sendiri. Menurutnya, sistem ini sebaiknya diselaraskan dengan berbagai platform pemerintahan digital yang telah ada, seperti e-planning dan e-budgeting, sehingga dapat membentuk ekosistem e-parliament dan e-government yang saling memperkuat.
“Jika sistem ini terintegrasi dan dikelola secara profesional, aplikasi reses bisa menjadi instrumen penting dalam mewujudkan DPR yang lebih transparan, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi publik,” pungkas Helen. (NF)