Pembaca yang kreatif, terdapat energi yang positif dan ada energi yang negatif. Energi positif adalah antusiasme dan berasal dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan. Kita bisa merasakan hadirnya kegembiraan dalam mengikuti suatu pertandingan, berlibur bersama keluarga, atau menyenangi aktivitas pekerjaan kita.
Energi yang negatif akan berkembang bila seseorang mengalami frustrasi yang disebabkan tidak dapatnya memenuhi semua keperluannya sampai pada keadaan sangat cemas. Jika kita membiarkan energi negatif mempengaruhi perasaan maka dampaknya adalah mungkin orang akan merasa tidak bahagia dan tidak berguna.
Menurut Art Mortell terdapat dua solusi. Pertama, kita dapat mengubah sikap terhadap penyebab putus asa. Mencoba memutuskan bahwa rasa jengkel atau dongkol adalah sesuatu yang sepele dan mengabaikannya.Bisa juga menyelesaikan konflik itu sampai tuntas. Kedua, kita bisa menyalurkan energi yang negative kedalam sikap antusias dan menciptakan kegairahan positif dalam kegiatan produktif. Hal lain adalah dengan menghadapi masalah itu penuh kesabaran, sehingga hambatan yang menghadang bisa terselesaikan dengan pengalaman dan kebijaksanaan (wisdom) yang dimiliki.
Seseorang pernah bertanya, apa kuncinya menjadi orang yang tidak bosan berbuat baik walaupun kepada orang yang menyebalkan? Tentu ini tidaklah mudah, tapi bisa kita mencobanya dengan mulai berdamai dengan keadaan yang ada. Semakin dewasa seseorang maka dia akan semakin penuh kebijaksanaan. Senyum saja, walaupun hanya di dalam hati. Mungkin dia belum paham. Selama kita terus berbuat baik dan menginspirasi orang lain dengan kebaikan maka kita terlatih penuh pemakluman. Terkadang untuk bisa paham seseorang butuh waktu. Berikan waktu dan mantapkan diri untuk memberi manfaat buat orang lain.
Pembaca yang kreatif, ibarat pertandingan olah raga, di antara orang ada yang berperan sebagai pemain dan ada yang sebagai penonton. Sebagai pemain tentunya kita semangat bergerak, berjalan, berlari, mengejar, bahkan sampai terjatuh atau terpeleset. Karena pemain memahami dengan cara seperti itu dirinya akan memaksimalkan potensi untuk memenangkan pertandingan. Apalagi melihat semangat teman-temannya sesame pemain penuh antusias dan dukungan para pemain cadangan.
Beda halnya sebagai penonton, tentu lebih banyak duduknya. Ada yang sambal makan dan minum. Kadang berteriak dan melompat kegirangan. Bisa juga sedih ketika skor naik turun. Bahkan ada yang komentar menyepelekan seolah-olah pemain tidak pandai dan profesional. Sampai pernah ada kalimat “Begitu saja gak bisa, payah!”. Itulah penonton, semua terasa mudah dalam angan-angannya. Pernahkah dia berpikir bagaimana jika dia sebagai pemain? Anda mungkin sudah punya jawaban di dalam pikiran Anda sendiri.
Pembaca yang kreatif, kitalah yang memutuskan kita mau jadi pemain atau penonton. Saran saya, jika Anda menjadi pemain, bermainlah sebagus dan semaksimal mungkin. Potensi yang ada Anda manfaatkan untuk meraih kegemilangan (kemenangan). Jika Anda sebagai penonton, jadilah penonton yang bijak. Pahami bahwa dalam pertandingan ada kalah, ada menang, dan ada imbang. Ketika Anda menang, tentu Anda sangat bahagia. Ketika kalah, Anda tak perlu terlalu sedih, karena penonton dari tim yang berbeda mungkin sedang duduk disamping Anda, merasakan hal yang sama ketika mereka kalah.
Sehat dan sukses selalu.
Tulisan ini dimuat di harian Republika tanggal 22 November 2019 di Rubrik Inspira halaman 13.