Untuk Kita Renungkan

Alkisah, ada seorang saudagar yang terkenal baik hati dan sering memberi bantuan ke pada sanak saudara atau teman yang datang meminta tolong kepadanya. Suatu hari, si saudagar sedang mengalami kesulitan. Ia seakan menghadapi jalan buntu dan merasa perlu bantuan orang lain.

Maka, dia pun mendatangi teman dan saudara yang dulu pernah dibantunya. Tetapi ternyata tidak ada satupun dari mereka yang tergerak untuk membantu. Bahkan saat dia bercerita mengenai masalah yang sedang dihadapinya, mereka cenderung cuek, tidak peduli, dan menganggap itu bukan urusan mereka. Sesampai di rumah, si saudagar merasa terpukul, kecewa, dan marah. Dia tidak habis berpikir bagaimana mereka yang dulu memohon bantuan dan telah dibantunya sungguh tidak tahu berterima kasih.

Saat dia dalam kesulitan dan membutuhkan bantuan, mereka memperlakukannya seperti itu. Semakin dipikir, dia semakin kecewa dan marah. Keadaan ini sangat mengganggunya. Dia menjadi sulit tidur, gampang marah, dan tidak bisa berpikir secara jernih. Setelah berhari-hari si saudagar menjalani hidup yang tidak bahagia itu, dia memutuskan untuk pergi ke orang bijak.

Setelah mendengar keluhan si saudagar, si orang bijak berkata, “Anak muda, kalua kamu orang yang baik, suka membantu orang lain, tetapi saat ini kebaikan hatimu malah berakibat buruk. Kamu merasa tidak bahagia, kecewa, dan marah. Hal ini terjadi dikarenakan, pertama kamu telah salah menilai orang lain," katanya.

Menurut si orang bijak, saat saudagar itu berharap orang yang telah dibantunya akan membalas budi dan kenyataannya tidak demikian, maka yang salah adalah sang saudagar sendiri. "Kedua, jika kamu ingin mendapat imbalan atas bantuanmu, kamu seharusnya memberi pelajaran kepada mereka bagaimana caranya berterima kasih," kata si orang bijak. “Ketiga”, lanjut dia, “jika kamu tidak ingin dikecewakan orang lain, maka berilah bantuan tanpa harapan atas imbalan apapun. Karena perbuatan baik yang telah kamu lakukan jangan sampai kehilangan makna dan dikotori dengan keinginan untuk dibalas yang bila tidak kesampaian akan menimbulkan kecewa, marah, dan kemudian benci dihatimu," tutur si orang bijak.

Saat orang lain memohon bantuan kita dan kita menolong mereka, maka kita akan berharap saat kita mengalami kesulitan, mereka akan membalas atas bantuan yang pernah kita berikan. Hal itu merupakan sesuatu yang wajar terjadi di kehidupan ini. Namun umumnya orang yang berjiwa besar berpikir membantu adalah membantu, tidak perlu ada embel-embel di belakangnya. Jika kita salah menilai orang yang kita bantu, introspeksi dan benahi diri sendiri. Masalah yang sedang kita hadapi adalah tanggung jawab kita sendiri. Sehingga kita tidak perlu marah, kecewa, dan menyalahkan orang lain yang tidak mau membantu kita.

Pembaca yang kreatif, penggalan syair duet Ebiet G Ade dengan Adera (puteranya) bisa menjadi renungan kita bersama. 

"Kita mesti berjuang memerangi diri. Bercermin dan banyaklah bercermin. Tuhan ada di sini, di dalam jiwa ini. Berusahalah agar Dia tersenyum. Berusahalah agar Dia tersenyum."

Pembaca yang kreatif, syair diatas bisa menjadi charger alami bagi seseorang ketika demotivasi datang dalam perjalanan bisnis dan organisasi. Art Mortel mengatakan, cara paling sederhana untuk menghilangkan stres adalah dengan memutuskan bahwa kita sebenarnya tidak punya masalah. Penolakan dapat membangkitkan tekanan emosional yang akan mencegah atau menjegal kita dalam meraih sukses. Sebenarnya umpan balik negatif dapat membantu kita memusatkan perhatian pada orang lain. Mengenal perbedaan dan membuat penyesuaian yang diperlukan. Ketika komunikasi ber jalan lancer maka ketakutan terhadap penolakan akan hilang.

Sehat dan sukses selalu.

Tulisan ini dimuat di harian Republika tanggal 1 November 2019 di Rubrik Inspira halaman 13.


BAGIKAN