Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FEB UMY), Dr. Diah Setyawati Dewanti, S.E., M.Sc., Ph.D., memperkenalkan seni ramah lingkungan ecoprint kepada Komunitas Gelin Indonesia Ankara dalam kegiatan workshop dan pengabdian masyarakat yang digelar pada Minggu (26/10) di ruang pertemuan KBRI Ankara, Turki.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberdayakan para anggota Komunitas Gelin, yaitu para istri warga negara Indonesia yang menikah dengan warga Turki. Selain menumbuhkan keterampilan kreatif, kegiatan ini juga membuka peluang ekonomi keluarga melalui karya seni berbasis alam.
“Ecoprint saya pilih karena tekniknya mudah diterapkan, ramah lingkungan, dan bisa dilakukan dengan bahan-bahan yang tersedia di sekitar mereka. Di Turki banyak daun dan bunga dengan warna alami khas seperti merah, ungu, hingga pink yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan karya bernilai seni tinggi,” ujar Diah saat diwawancarai secara daring pada Kamis (30/10).
Menurut Diah, ecoprint tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga bermanfaat secara ekonomi dan sosial. Kain, tas, atau pakaian lama dapat disulap menjadi produk baru dengan teknik pencetakan alami ini. “Kalau orang Jawa bilang blurek, baju lama bisa kita percantik kembali dengan warna-warna alami dari bunga dan daun. Hasilnya bisa dipakai sendiri, dijual, atau bahkan diajarkan kepada anak-anak mereka,” jelasnya.
Lebih dari sekadar pelatihan keterampilan, kegiatan ini juga menjadi bentuk dukungan moral bagi para ibu anggota Komunitas Gelin yang hidup jauh dari tanah air. “Mereka adalah para survivor yang membangun keluarga di negeri orang. Melalui ecoprint, saya ingin membantu mereka tetap produktif, sehat, dan tangguh dalam menjalani kehidupan rumah tangga,” tambah Diah.
Workshop yang berlangsung dari pukul 11.00 hingga 14.00 waktu Turki diawali dengan sesi edukasi bertema “Membangun Keluarga Tangguh di Perantauan”, kemudian dilanjutkan dengan praktik langsung membuat ecoprint menggunakan daun dan bunga khas Turki.
Diah menuturkan, keunikan kegiatan ini terletak pada perpaduan budaya Indonesia dan Turki, yang tercermin dari bahan-bahan alami yang digunakan. “Kalau di Indonesia ecoprint biasanya menggunakan daun jati atau ketapang, di sini justru daun-daun khas Turki yang menjadi bahan utama. Perpaduan ini menciptakan hasil karya yang unik dan memiliki nilai seni tersendiri,” pungkasnya.
Melalui kegiatan ini, Diah berharap seni ecoprint dapat menjadi sarana memperkuat keterikatan budaya dengan tanah air, sekaligus mendorong kemandirian ekonomi keluarga diaspora Indonesia di luar negeri. (Jeed)