Kebijakan Bahasa Portugis Butuh Kajian dan Strategi Implementasi yang Jelas

Wacana Presiden Prabowo Subianto yang berencana memasukkan bahasa Portugis ke dalam kurikulum pendidikan nasional dinilai sebagai langkah positif selama dijalankan dengan perencanaan matang dan arah kebijakan yang jelas. Kebijakan tersebut memerlukan Kajian dan Strategi Implementasi yang terarah dan terukur. Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Suryanto, dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Pendidikan Bahasa (FPB) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), saat ditemui di Gedung Djarnawi Hadikusuma, Kamis (6/11).

Menurutnya, gagasan tersebut sejalan dengan amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, ia menekankan pentingnya kajian mendalam agar implementasi kebijakan tidak dilakukan secara tergesa-gesa dan justru menimbulkan tantangan baru di dunia pendidikan.

“Kalau dilihat secara konstitusional, langkah Presiden Prabowo ini justru bisa menjadi salah satu bentuk upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pembelajaran bahasa. Terlebih kemampuan berbahasa bukan sekadar keterampilan komunikasi, tetapi juga jembatan untuk mengenal budaya lain dan memperkuat posisi Indonesia di kancah global,” jelas Dr. Suryanto.

Ia menilai, ide memasukkan bahasa Portugis ke dalam kurikulum memiliki dasar filosofis dan konstitusional yang kuat. Bahasa, menurutnya, berperan penting dalam membentuk wawasan kebangsaan serta memperluas kemampuan masyarakat untuk berinteraksi di tingkat internasional.

Meski demikian, Dr. Suryanto menegaskan bahwa setiap kebijakan bahasa harus melalui tahapan yang sistematis dan berbasis kajian kebijakan yang komprehensif. “Kalau kita mau bicara soal bahasa, tentu harus dilihat dulu kebijakan bahasanya. Dari situ nanti diturunkan menjadi language planning, baru kemudian masuk ke tahap implementasi, misalnya ke dalam kurikulum,” paparnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya kejelasan posisi bahasa Portugis dalam sistem pendidikan nasional. Pemerintah, katanya, perlu menentukan apakah bahasa Portugis akan dijadikan mata pelajaran intrakurikuler (bagian dari kurikulum wajib) atau ekstrakurikuler (kegiatan tambahan).

Selain aspek kebijakan, Dr. Suryanto juga menyoroti keterbatasan sumber daya manusia sebagai tantangan terbesar dalam penerapan kebijakan ini. Hingga kini, jumlah lulusan atau jurusan pendidikan bahasa Portugis di Indonesia masih sangat terbatas, sehingga akan sulit memenuhi kebutuhan tenaga pengajar apabila kebijakan diterapkan secara nasional.

“Untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif, pemerintah harus menyusun kerangka kebijakan bahasa (language policy) yang jelas. Setelah itu, baru disusun perencanaannya, seperti bagaimana penerapannya di sekolah, siapa yang akan mengajar, dan di jenjang mana dimulai. Misalnya, jika diterapkan di SMA, itu masih realistis dibandingkan di tingkat SD,” tuturnya.

Melalui perencanaan yang matang dan dukungan tenaga pendidik yang memadai, Dr. Suryanto berharap kebijakan ini dapat memperluas wawasan global pelajar Indonesia sekaligus mempererat hubungan budaya dan diplomatik dengan negara-negara berbahasa Portugis. (NF)


BAGIKAN