Kenaikan Upah Buruh Bukan Sekadar Angka, Tapi Hak Dasar

Isu kenaikan upah buruh kembali menjadi sorotan publik seiring dengan tuntutan tahunan yang disuarakan serikat pekerja di berbagai daerah. Fenomena ini, yang hampir selalu muncul setiap tahun, mencerminkan perjuangan kelas pekerja untuk memperoleh kehidupan yang layak.

Menurut Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Tunjung Sulaksono, M.Si., tuntutan tersebut tidak bisa hanya dipandang sebagai ritual tahunan, melainkan refleksi dari persoalan struktural dalam sistem pengupahan nasional.

“Tuntutan kenaikan upah buruh adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi. Mereka hanya ingin mendapatkan kesejahteraan yang sepadan dengan keringat dan kontribusinya pada roda perekonomian,” jelas Tunjung saat dihubungi secara daring oleh Humas UMY pada Rabu (01/10).

Ia menegaskan bahwa kenaikan upah bukan sekadar angka dalam regulasi, tetapi menyangkut kemampuan buruh dalam memenuhi kebutuhan dasar keluarga.

“Bagi buruh, kenaikan upah bukan sekadar nominal dalam aturan. Itu menyangkut bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan dasar keluarga secara layak. Maka wajar jika tuntutan itu terus muncul, karena biaya hidup dan inflasi terus meningkat sementara pendapatan masih terbatas,” ungkapnya.

Tunjung mengidentifikasi dua faktor utama yang mendorong tuntutan kenaikan upah setiap tahun. Pertama, kebutuhan hidup layak yang semakin mendesak akibat inflasi dan kenaikan harga barang pokok. Kedua, kelemahan sistem pengupahan di Indonesia yang dinilai belum dikelola secara adil dan berkelanjutan.

Lebih jauh, ia menekankan bahwa kenaikan upah seharusnya juga diikuti dengan peningkatan produktivitas dan keterampilan buruh. Dengan upah yang lebih layak, motivasi kerja akan meningkat, sementara pelatihan dan peningkatan kompetensi dapat mendukung daya saing tenaga kerja Indonesia.

“Upah yang lebih layak akan meningkatkan motivasi kerja. Buruh menjadi lebih produktif, efisien, dan berkontribusi lebih besar. Namun, hal itu juga harus diimbangi dengan peningkatan keterampilan melalui pelatihan,” paparnya.

Di sisi lain, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam menyeimbangkan kepentingan buruh, pengusaha, dan stabilitas ekonomi. Tantangan tersebut meliputi memastikan upah minimum sesuai kebutuhan hidup layak, menjamin regulasi berjalan adil di lapangan, serta mengelola perbedaan kondisi ekonomi antar daerah.

“Kebijakan upah yang berkelanjutan harus transparan, adil, dan partisipatif. Dengan begitu, kepercayaan dapat dibangun, konflik dapat diminimalisasi, dan kesejahteraan buruh maupun keberlangsungan usaha tetap terjaga,” pungkas Tunjung. (ID)


BAGIKAN