Yogyakarta – Di tengah arus digitalisasi dan integrasi sistem pendidikan nasional, kebijakan baru terkait penomoran ijazah dan sertifikat profesi menjadi sorotan utama bagi perguruan tinggi. Perubahan ini bukan sekadar administratif, tetapi mencerminkan langkah besar menuju tata kelola pendidikan tinggi yang lebih transparan, efisien, dan berstandar internasional. Menyikapi hal tersebut, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah V menggelar sosialisasi penting mengenai Penomoran Ijazah dan Sertifikat Profesi Nasional (PISN) serta pemahaman atas Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2024.
Kegiatan diawali dengan sambutan dari Kepala LLDIKTI Wilayah V, Prof. Setyabudi Indartono M.M., Ph.D., menyampaikan pentingnya pemahaman menyeluruh dari seluruh perguruan tinggi terhadap kebijakan nasional dalam pengelolaan ijazah dan sertifikat profesi.
"Transformasi kebijakan dalam pendidikan tinggi menuntut kesiapan seluruh pihak, terutama dalam hal penomoran ijazah dan sertifikat yang kini semakin terintegrasi secara digital. LLDIKTI Wilayah V mendorong seluruh perguruan tinggi untuk aktif menyelaraskan data dan prosedur sesuai regulasi terbaru, agar tidak terjadi hambatan administratif di kemudian hari," ujar Setyabudi Indartono.
Kepala lembaga juga menekankan bahwa keberhasilan pelaksanaan kebijakan PISN dan ijazah elektronik sangat bergantung pada sinergi antara pengelola data perguruan tinggi, sistem PDDIKTI, dan arahan dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan.
Sosialisasi ini menghadirkan narasumber dari Direktorat Belmawa, Ditjen Diktiristek, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, yaitu:
Salah satu poin utama yang dibahas adalah bahwa implementasi ijazah elektronik hingga saat ini masih terbatas pada penggunaan tanda tangan elektronik yang tervalidasi. Bentuk ijazah secara penuh dalam format digital atau e-ijazah masih dalam proses pengembangan dan akan diatur lebih lanjut dalam regulasi mendatang. Permendikbudristek Nomor 50 Tahun 2024 sendiri saat ini masih dalam tahap revisi untuk menyempurnakan berbagai aspek kebijakan yang dinilai belum optimal.
Selain itu, dijelaskan pula bahwa sistem PISN kini telah dilengkapi dengan validator khusus untuk program studi di bidang kesehatan seperti kedokteran dan kedokteran gigi, guna memastikan masa studi sesuai dengan ketentuan dalam Standar Nasional Pendidikan Kedokteran (SNDikDok). Hal ini menjawab tantangan bagi perguruan tinggi dalam menerbitkan ijazah secara tepat dan akurat.
Berbagai kendala yang sering dihadapi oleh perguruan tinggi juga turut dibahas, seperti masalah eligibilitas mahasiswa, masa studi yang tidak terbaca oleh sistem, status akreditasi yang tidak sinkron, hingga proses pengajuan eksepsi dan penerbitan ulang ijazah. Para peserta diberikan ruang untuk menyampaikan pertanyaan dan kasus-kasus yang terjadi di institusi masing-masing, dan dijawab langsung oleh tim dari Direktorat terkait.
Sebagai dokumen pelengkap, narasumber juga menekankan pentingnya Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) yang kini diwajibkan untuk dilampirkan bersama ijazah. SKPI menjadi bagian dari muatan dokumen akademik yang diakui secara resmi dan mencerminkan capaian pembelajaran mahasiswa secara lebih lengkap.
Dari kegiatan ini, peserta memperoleh kejelasan mengenai kebijakan ijazah elektronik, prosedur PISN, pentingnya sinkronisasi data dengan PDDIKTI, serta prosedur pengajuan eksepsi dan penerbitan ulang. Seluruh arahan yang diberikan diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan tinggi yang akuntabel, transparan, dan sesuai dengan standar nasional.
Materi unduh sini
Humas
LLDIKTI Wilayah V