Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Zuly Qodir, M.Ag., menyoroti kondisi ekonomi global dan nasional yang tengah mengalami tekanan serius, bahkan menyebut fenomena tersebut sebagai “economic stress”. Menurutnya, kondisi ini menjadi ancaman nyata yang dapat memicu kerapuhan dalam unit terkecil masyarakat, yaitu keluarga, dan bahkan berpotensi meningkatkan kasus bunuh diri akibat tekanan ekonomi yang berkepanjangan.
Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Zuly saat menjadi narasumber dalam sesi dialog ekonomi pada Musyawarah Daerah (Musda) IX Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 2025, yang digelar di Ruang Yudhistira lantai 2, Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta, pada Sabtu (8/11). Dialog tersebut mengusung tema “Memperkokoh Ketangguhan Ekonomi DIY.”
Dalam paparannya, Prof. Zuly menjelaskan bahwa gejala economic stress tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di berbagai negara di dunia. Kondisi ekonomi yang tidak stabil dan berlangsung lama dapat berdampak langsung pada kehidupan keluarga dan individu, termasuk kalangan mahasiswa.
“Ketika terjadi economic stress, maka pengaruhnya akan terasa hingga ke dalam keluarga. Keluarga ikut stres, mahasiswa juga ikut stres. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlangsung lama karena dapat membuat keluarga menjadi rapuh akibat tekanan ekonomi,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyoroti bahwa kebijakan ekonomi global saat ini cenderung belum berpihak kepada masyarakat. Tekanan ekonomi yang tidak segera diatasi, lanjutnya, berisiko menimbulkan dampak sosial yang serius, seperti meningkatnya angka depresi dan bunuh diri akibat kesulitan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret untuk memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat dari akar rumput.
Menanggapi tantangan tersebut, Prof. Zuly menegaskan pentingnya menghidupkan kembali pasar tradisional sebagai ruh perekonomian rakyat. Ia menyebut fenomena “pasar ilang kumandange”, pasar yang kehilangan gaungnya, sebagai simbol menurunnya daya hidup ekonomi masyarakat yang perlu segera direvitalisasi.
“Pasar tradisional harus kembali menjadi jiwa ekonomi rakyat. Semua pihak yang peduli, termasuk perguruan tinggi, perlu berperan aktif dalam memberdayakan pasar agar masyarakat tidak terus-menerus terjebak dalam stres ekonomi,” ujarnya.
Dalam konteks peran perguruan tinggi, UMY berupaya menumbuhkan kesadaran di kalangan mahasiswa untuk tidak selalu berbelanja di pusat perbelanjaan modern atau mal, melainkan mulai kembali mendukung pasar tradisional sebagai bagian dari gerakan ekonomi kerakyatan.
“Di kalangan anak muda, pasar sering kali dianggap sebagai tempat belanja kelas ketiga. Padahal, jika dikelola dengan baik, pasar tradisional bisa menjadi tempat yang nyaman dan penuh nilai sosial. Contohnya Pasar Beringharjo di Yogyakarta yang kini telah berbenah dari sisi pelayanan dan infrastruktur sehingga tidak kalah dengan pasar modern,” jelasnya.
Prof. Zuly juga menekankan pentingnya peran generasi muda dalam membangun solidaritas sosial melalui kegiatan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat kecil. “Anak muda harus didorong untuk memahami dan ikut memberdayakan masyarakat. Salah satu langkah sederhana adalah dengan mau berbelanja di pasar tradisional,” pungkasnya. (FU)