Ancaman Pidana Mati bagi Pelaku Korupsi Dana Pandemi Covid-19

Penanganan Covid-19 berpotensi menjadi ladang korupsi di Indonesia. Adanya potensi tersebut, Pemerintah membutuhkan peran serta dari lembaga-lembaga terkait, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hal ini disampaikan Fifink Praiseda Alviolita, S.H., M.H., Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (UWM) dalam webinar bertema Pro Kontra Ancaman Pidana Mati Bagi Pelaku Korupsi Dana Pandemi Covid-19.

“Korupsi memiliki beberapa klasifikasi makna seperti suatu hal yang merugikan keuangan negara, suap, penggelapan jabatan, pemerasan, perbuatan curang, kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Sementara potensi korupsi selama penanganan Covid-19 terjadi mulai dari alokasi pemanfaatan anggaran, perubahan biaya pembelanjaan, kolusi dengan penyedia layanan alat medis, penyaluran bantuan, hingga tidak adanya transparansi data dari penyumbang pihak ketiga,” jelas Fifink selaku narasumber acara yang digelar Fakultas Hukum itu, pada Kamis (16/7/2020).

Fifink menerangkan, hakim memiliki pertimbangan dalam penjatuhan vonis pidana mati. Ada faktor yuridis yang terungkap di persidangan dan ada faktor non yuridis. Keputusan dari hakim pasti sudah memenuhi unsur keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.

Dari perspektif teori keadilan bermartabat, narasumber Rizky Pratama Putra Karo Karo, S.H., M.H. Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH), mengungkapkan, memberantas korupsi harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga (eliminating corruption starts with ourself and family).

Ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi ditentukan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Ketentuan tersebut diuraikan lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (2) nya yang menentukan bahwa dalam tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. “Keadaan tertentu sebagaimana dalam penjelasan pasal ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku,” papar Rizky.

Keadaan tertentu, lanjut Rizky, dapat terjadi pada waktu bencana alam nasional, ketika terjadi pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Sumber: http://new.widyamataram.ac.id/content/news/ancaman-pidana-mati-bagi-pelaku-korupsi-dana-pandemi-covid-19#.XxECo6EzbIU


BAGIKAN