QUO VADIS GURU INDONESIA?

"Guru yang baik itu seperti lilin, membakar dirinya sendiri untuk menerangi jalan orang lain." (Mustafa Kemal Ataturk)

 

Dalam arus revolusi industri 4.0, dunia pendidikan Indonesia menghadapi paradoks yang kompleks. Di satu sisi kita menyaksikan ledakan kemajuan teknologi pembelajaran dengan kehadiran Artificial Intelligence (AI) yang menjanjikan efisiensi dan personalisasi pendidikan. Di sisi lain kita justru diingatkan oleh data UNESCO bahwa 89% negara di Asia Pasifik mengakui pendidikan karakter sebagai prioritas utama yang membutuhkan sentuhan manusiawi guru.

Fenomena maraknya lembaga bimbingan belajar dari tingkat SD hingga SMA bukan sekadar persoalan komersialisasi pendidikan, melainkan gejala sistemik yang mengisyaratkan kegagapan kita dalam memaknai ulang peran guru. Ironisnya dalam pusaran perubahan ini, guru justru sering menjadi pihak yang merekomendasikan sistem bimbingan belajar tersebut, menciptakan lingkaran  yang semakin meminggirkan posisi strategis guru sebagai arsitek peradaban.

Finlandia sebagai contoh negara dengan sistem pendidikan terbaik , tetap mempertahankan otonomi guru meski memiliki infrastruktur digital yang maju Negara dengan sistem pendidikan terbaik  ditengah pesatnya perkembangan informasi digital memposisikan guru sebagai navigatornya, kuncinya adalah yang memadukan teknologi dengan pendekatan humanis dalam pembelajaran. Ini  esensi yang perlu direkonstruksi, bagaimana memposisikan guru sebagai navigator di era informasi digital.

Tulisan ini akan mengungkapi jejak transformasi peran guru dari sumber pengetahuan menuju fasilitator karakter, dari pengajar menjadi pendidik sejati. Dalam momentum  Hari Guru Nasional, saatnya melakukan refleksi tentang masa depan pendidikan Indonesia ditengah gempuran disruptif teknologi dan tuntutan zaman.

Tanggal 25 November kembali mengingatkan kita pada Hari Guru Nasional. Ditengah gegap gempita transformasi digital, suara agak sumbang terdengar, apakah peran guru masih relevan di era AI? Bahkan maraknya lembaga bimbingan belajar yang terus ramai seolah menjadi bukti ketidakpercayaan terhadap kompetensi guru.

Sistem pendidikan kita ibarat kapal yang terus berganti nakhoda, setiap ganti menteri, ganti kebijakan. Tetapi ukuran keberhasilan  bukan sekadar kecerdasan akademis, melainkan kecerdasan emosional dan karakter mulia. Ukuran jangka panjangnya mungkin bisa kita lihat dari indeks korupsi yang masih tinggi dan budaya literasi yang memprihatinkan.

Benarkah AI meminggirkan peran guru? Justru sebaliknya. AI hadir untuk mengembalikan guru pada khittahnya sebagai arsitek peradaban. Saat AI mampu menyajikan informasi dengan cepat dan personal, guru justru bisa fokus pada hal-hal yang tak tergantikan teknologi, yaitu pembentuk karakter dan nilai-nilai kemanusiaan, pemantik kreativitas dan pemikiran kritis, pemberi motivasi dan semangat hidup, teladan nyata dalam berperilaku dan bersikap

Kita tidak perlu menjiplak sistem pendidikan Finlandia atau Jepang, tetapi mengambil esensinya. Finlandia mempercayai guru sepenuhnya. Guru adalah profesi prestisius dengan kualifikasi tinggi, fokus pada penilaian formatif daripada ujian nasional, dengan slogan pendidikan sepanjang hayat  yang menekankan kesejahteraan psikologis.

Jepang menanamkan kedisiplinan dan karakter melalui sistem yang terstruktur. Sekolah tidak hanya untuk belajar, tetapi juga tempat berlindung saat bencana, mengajarkan kesiapsiagaan dan kebersamaan.

Budaya literasi yang rendah memang memprihatinkan. Tetapi  tantangan sekarang bergeser kepada literasi digital dan etika AI. Guru dituntut tidak hanya mengajarkan membaca, tetapi membekali siswa kemampuan mengevaluasi informasi, memahami bias algoritmik, dan menggunakan AI secara bertanggung jawab.

Penelitian membuktikan bahwa motivasi belajar berkontribusi 74.3% terhadap prestasi akademik siswa. Ini membuktikan bahwa upaya guru dalam memotivasi bukan hal sepele, melainkan fondasi kesuksesan.

Apa yang Harus Dilakukan Sebagai refleksi Hari Guru? Ini yang perlu dilakukan, berinovasi dan berkolaborasi dengan teknologi, manfaatkan AI sebagai asisten, bukan ancaman, perkuat peran sebagai fasilitator karakter dengan fokus pada pengembangan daya kritis, empati dan kreativitas, dan Jadi pembelajar sepanjang hayat dengan terus meningkatkan kompetensi

Dari Ruang Kelas untuk Peradaban

Wahai para guru, pejuang tanpa tanda jasa di garis depan peradaban,

Di tengah gemuruh transformasi digital dan pesatnya perkembangan AI, ingat bahwa sentuhan manusiawi Anda takkan pernah tergantikan oleh algoritma mana pun. Setiap senyum penyemangat, setiap tepukan penghargaan, setiap kesabaran dalam menghadapi pertanyaan kritis siswa, itu bahasa jiwa yang hanya bisa dipahami oleh hati seorang pendidik sejati.

Anda bukan sekadar pengajar, melainkan pembentuk karakter bangsa. Setiap kata yang Anda ucapkan, setiap keteladanan yang Anda tunjukkan, adalah benih yang akan tumbuh menjadi pohon peradaban dimasa depan. Di tangan Anda terletak tanggung jawab mulia untuk membentuk bukan hanya intelektual, tetapi juga hati nurani generasi penerus.

Lihat kembali perjalanan Anda, dari guru yang mungkin awalnya hanya sekadar profesi, menjadi panggilan jiwa. Dari yang sekadar mengejar sertifikasi, hingga menyadari bahwa yang terpenting adalah sertifikat keabadian di hati setiap murid yang pernah Anda sentuh.

Di hari Guru Nasional ini, terimalah penghargaan tertinggi dari kami, untuk guru yang rela datang pagi-pagi demi menyambut murid dengan senyum terbaik, untuk guru yang tak pernah lelah berinovasi meski dengan sumber daya terbatas, untuk guru yang menjadi orang tua kedua, tempat curhat dan sahabat sejati, untuk guru yang tetap setia pada panggilan jiwa meski godaan dunia begitu besar….Teruslah menyalakan lilin-lilin pengetahuan ditengah gelapnya ketidaktahuan. Teruslah menjadi bintang penuntun di samudra informasi yang semakin luas. Teruslah menjadi arsitek peradaban yang dengan sabar menyusun batu bata karakter, moral dan intelektual.

Karena sesungguhnya, Anda adalah pahlawan yang tak perlu pengakuan, karena bukti kehebatan Anda terpancar dari setiap murid yang tumbuh menjadi manusia utuh, cerdas secara akademis, berkarakter kuat dan bermoral luhur.

Selamat Hari Guru Nasional! Teruslah menginspirasi, karena dari ruang kelas Anda lahir pemimpin-pemimpin masa depan Indonesia.

Puji Qomariyah, M.Si

Dosen Sosiologi dan Mahasiswa Doktoral Sosiologi Pendidikan SPS IP UNY)

 


BAGIKAN