Reformasi Strategis PTS Menghadapi PTNBH

Forum Humas Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ’Aisyiyah (PTMA) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Humas PTMA pertama pada 5–7 Desember 2025 di Grand Rohan, Yogyakarta. Pada Sesi 2, Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Fathul Wahid S.T., M.Sc., menyampaikan materi bertajuk “Perguruan Tinggi Swasta di Era Gempuran PTNBH”. 

Dalam pemaparannya, Prof. Fathul menekankan bahwa banyak faktor eksternal seperti kebijakan negara, pertumbuhan PTN BH, dan dinamika pasar pendidikan berada di luar kendali PTS. Karena itu, menurutnya, institusi perlu fokus pada hal-hal yang dapat dikendalikan. “Kita tidak bisa mengubah kondisi asimetris ini, tetapi kita bisa beradaptasi, bekerja sama, dan memperkuat strategi internal,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa pemasaran perguruan tinggi tidak dapat dilakukan dengan satu metode. Sebaliknya, pendekatan harus menyeluruh, meliputi strategi luring dan digital. Contoh Strategi luring atau serangan darat meliputi kunjungan siswa SMA ke kampus, pameran pendidikan, kunjungan pihak universitas ke sekolah, program sehari menjadi mahasiswa, sponsorship kegiatan, hingga iklan cetak.

Selain itu, aktivitas memperkuat reputasi juga dilakukan melalui partisipasi dalam pameran internasional dan keaktifan di organisasi baik nasional maupun internasional. Upaya tersebut dinilai dapat memperluas jejaring sekaligus meningkatkan visibilitas institusi di hadapan publik.

Sementara itu, serangan udara atau strategi digital meliputi pengelolaan media sosial, Google Display Network, YouTube skip ads, Meta Ads, kolaborasi dengan influencer, pengiriman pesan WhatsApp, serta pengembangan halaman landing page yang efektif. Menurut Prof. Fathul, kanal digital harus dikelola secara serius mengingat perilaku calon mahasiswa yang semakin bergeser ke ranah internet.

Pada bagian lain, Prof. Fathul menekankan pentingnya konsistensi jenama. Ia menjelaskan bahwa branding guidelines merupakan aturan mengikat yang harus dipatuhi agar identitas institusi tampil seragam, mulai dari logo, warna, font, hingga tata letak untuk berbagai media promosi. Konsistensi ini, turut menentukan persepsi publik terhadap kredibilitas kampus.

Ia juga menyoroti pelajaran lapangan yang menunjukkan bahwa setiap sasaran pemasaran membutuhkan pendekatan berbeda. Konten promosi untuk calon mahasiswa tentu berbeda dengan materi untuk calon mitra, baik dari sisi visual, bahasa, maupun narasi. “Segmentasi ini harus terus diperbarui karena karakter sasaran bisa berubah sesuai konteks,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia mengingatkan bahwa promosi perguruan tinggi harus fokus memperkenalkan institusi, bukan individu pimpinan. Ia menyampaikan hal itu sebagai pengingat etis bagi pemimpin yang cenderung ingin tampil lebih dominan dalam materi publikasi. Menurutnya, identitas institusi harus selalu menjadi pusat komunikasi publik.

Prof. Fathul juga menegaskan bahwa reputasi merupakan aset strategis yang dibangun melalui akreditasi, kerjasama dengan berbagai pihak, program gelar ganda, publikasi riset, hingga pencapaian di peringkat internasional seperti QS dan THE. Semua komponen tersebut memperkuat daya saing kampus di tingkat nasional maupun global.

Menutup pemaparannya, ia menekankan bahwa seluruh aktivitas kehumasan harus tetap berlandaskan nilai Islami. Hal itu mencakup komitmen untuk menjaga integritas informasi, tidak melebihkan klaim, tidak menyesatkan publik, serta tidak menjatuhkan institusi sendiri maupun kampus lain. Dengan prinsip tersebut, strategi komunikasi diharapkan tidak hanya efektif, tetapi juga bermartabat. (Dnd)

uad.ac.id


BAGIKAN