Fenomena job hugging, yakni kecenderungan bertahan pada pekerjaan yang ada meskipun tidak ideal karena takut akan ketidakpastian ekonomi, kini menjadi isu hangat. Dr. Sugito, S.IP., M.Si., Kepala Direktorat Kemahasiswaan dan Karir Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), menilai praktik ini tidak sehat bagi perkembangan diri dan bahkan menyebutnya sebagai sesuatu yang “menyalahi sunatullah.”
Dalam wawancara di ruang Direktorat Kemahasiswaan dan Karir, Sugito menegaskan bahwa job hugging menghalangi individu untuk berkolaborasi lintas latar belakang, menghambat keberanian untuk berubah, sekaligus menutup peluang berkembang.
“Job hugging menghalangi orang untuk berubah, berkolaborasi, dan maju mengembangkan diri. Karena dia merasa seolah-olah tempat kerjanya sekarang adalah yang paling tepat, padahal belum tentu,” ujarnya, Rabu (1/10).
Meski memahami situasi ekonomi yang sulit, mulai dari maraknya PHK hingga terbatasnya lowongan kerja, Sugito memandang job hugging hanya bisa menjadi langkah sementara atau intermediate. Menurutnya, cara terbaik menghadapi kondisi ini adalah dengan tetap berpikir proaktif, berinovasi, dan berani mengambil risiko terukur.
“Hidup kita akan lebih dinamis kalau berani berpikir ke depan, mencari peluang, dan mengambil risiko yang bisa dikendalikan,” tambahnya.
Sebagai langkah antisipatif, UMY secara serius menyiapkan lulusannya agar memiliki entrepreneurial mindset, sejalan dengan visi UMY sebagai Entrepreneur University. Sugito menerjemahkan visi tersebut dalam bidang kemahasiswaan dengan konsep Enterprising Student.
“Inti dari mindset, sikap, dan keterampilan wirausaha adalah proaktif, kreatif, dan inisiatif. Selalu mencari peluang,” jelasnya.
Untuk itu, UMY membangun tiga pilar utama dalam menanamkan jiwa wirausaha kepada mahasiswa: kewajiban mata kuliah kewirausahaan, pembinaan melalui organisasi, serta pelatihan soft skill dan inkubasi bisnis.
“Rektorat telah menetapkan bahwa Capaian Pembelajaran (CPL) kewirausahaan wajib. Seluruh mahasiswa UMY harus mengambil Mata Kuliah Kewirausahaan untuk menumbuhkan mindset dan keterampilan wirausaha,” tegas Sugito.
Selain itu, mahasiswa juga didorong mengasah soft skill seperti kreativitas, inisiatif, dan problem solving melalui berbagai organisasi kemahasiswaan yang dibina oleh Divisi Pengembangan Minat dan Bakat Mahasiswa (DPMBM).
“Bagi mahasiswa yang ingin mengeksekusi ide bisnis, Direktorat Kemahasiswaan dan Karir (DKK) menyediakan pembinaan melalui Divisi Inkubasi Bisnis dan Kewirausahaan (DIBS). DKK juga rutin mengadakan serial pelatihan soft skill dan pengembangan karier sebagai pelengkap hard skill mahasiswa,” lanjutnya.
Sugito berharap, melalui strategi ini, UMY dapat melahirkan alumni yang adaptif terhadap kebutuhan pasar kerja sekaligus memiliki self-value yang tinggi.
“Jadilah mahasiswa yang proaktif, berani mengambil risiko terukur, dan tidak takut keluar dari zona nyaman,” pungkasnya. (Jeed)