Ayah dalam Jejak Kereta Salju, Sebuah Refleksi pada Hari Ayah Nasional 2025

Oleh: Dr. Murdoko, S.H., M.H., Dosen Program Studi Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta

Ayah adalah sosok sentral dalam rumah tangga. Ia berperan sebagai kepala keluarga yang memikul tanggung jawab besar terhadap pemenuhan kebutuhan keluarganya. Namun lebih dari sekadar pencari nafkah, ayah juga merupakan pelindung, pembimbing, dan teladan bagi istri serta anak-anaknya. Diamnya, tutur katanya, dan setiap tindakannya menjadi panduan bagi keluarganya. Dengan demikian, ayah adalah cerminan laku anak-anaknya.

Perilaku seorang ayah akan menjadi contoh yang ditiru anak-anaknya. Ayah yang memiliki perangai lembut akan menumbuhkan kelembutan pada diri anak-anaknya. Sebaliknya, ayah yang bersikap keras dan kasar dalam keseharian akan mencetak pola perilaku serupa pada anak-anaknya. Ayah adalah peletak dasar karakter anak; sebab itu, ia harus memperhatikan tumbuh kembang mental dan fisik anak-anaknya. Dengan perhatian yang penuh kasih, diharapkan terbentuk keluarga yang harmonis dan seimbang.

Ayah sering kali lebih banyak bertindak daripada berucap. Tindakannya merupakan wujud tanggung jawab atas kewajibannya sebagai kepala rumah tangga. Ucapan saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga; yang dibutuhkan adalah tindakan nyata, yaitu kerja keras dan pengorbanan tanpa pamrih.

Dalam kesunyian dirinya, ayah terus bekerja memastikan kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Tak jarang ia mengorbankan waktu istirahat, bekerja pagi, siang, bahkan malam hari tanpa mengeluh. Yang terlintas dalam pikirannya hanyalah bagaimana memastikan keluarganya tercukupi, baik pangan, sandang, papan, maupun pendidikan terbaik bagi anak-anaknya.

Menjadi ayah bukan perkara mudah. Diperlukan karakter yang kuat dan ketangguhan luar biasa untuk memikul tanggung jawab berat, bahkan di tengah badai kesulitan ekonomi. Ayah harus setangguh nakhoda yang berani menantang ombak di lautan lepas demi membawa kapalnya ke pelabuhan yang aman. Ia adalah sosok konkret yang lebih banyak berkarya daripada berujar. Dalam setiap gerak dan peluhnya terkandung nasihat tanpa kata: tanggung jawab, kerja keras, dan cinta.

Budaya dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh perilaku ayah. Ia adalah role model utama bagi anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Keaktifan ayah dalam kehidupan rumah tangga sangat menentukan suasana dan keharmonisan keluarga. Rumah tangga yang dibangun dengan kasih sayang dan cinta akan melahirkan pranata keluarga yang damai, ramah, dan penuh cinta.

Dominasi peran ayah dalam rumah tangga turut menentukan “warna” dan “tema” keluarga. Seorang ayah harus mampu memberikan rasa aman, nyaman, dan damai bagi istri serta anak-anaknya. Dalam suasana yang tenteram, anak-anak tumbuh dalam keceriaan. Mereka belajar tentang kasih, kelembutan, dan kekuatan sejati. Anak-anak yang dibesarkan di lingkungan penuh kasih akan memiliki karakter lembut, kokoh, dan penuh empati.

Sebaliknya, rumah tangga yang dibangun di atas kekerasan, ancaman, dan ketakutan akan menumbuhkan luka batin mendalam. Anak-anak yang hidup dalam bayang-bayang kekerasan cenderung tumbuh menjadi pribadi keras, pendendam, atau penakut. Kekerasan bukanlah jalan mendidik, melainkan sumber anarki dan keretakan jiwa. Sebaliknya, pendekatan komunikasi, keteladanan, dan kelembutan akan melahirkan karakter berbasis kesadaran dan cinta.

Setiap rumah tangga tentu memiliki ujiannya masing-masing. Tak ada keluarga tanpa masalah. Namun, ayah yang bijak akan menghadapi setiap persoalan dengan kepala dingin: mengedepankan komunikasi, berdialog, dan mencerna masalah dengan akal sehat. Ia menjauhi kekerasan dan berusaha menemukan solusi yang menenangkan semua pihak.

Budaya kekerasan sejauh mungkin harus ditinggalkan, karena tidak pernah menjadi solusi. Kekerasan hanya melahirkan luka yang sulit disembuhkan. Ayah yang sejati tidak akan menggunakan kekuatannya untuk menyakiti orang yang dicintainya. Ia memahami bahwa kekerasan bertentangan dengan nilai-nilai agama, hukum, dan pranata sosial.

Dari keluarga yang damai akan lahir masyarakat yang tenteram. Dari masyarakat yang tenteram akan tumbuh bangsa yang kuat, makmur, dan sejahtera. Maka, membangun keteladanan ayah bukan sekadar urusan pribadi, melainkan fondasi bagi peradaban yang beradab dan berkeadilan.


BAGIKAN