Pakar Hukum UMY: Tanpa Peradilan Independen, Kekuasaan Pemerintah Tak Terkontrol

Independensi peradilan Indonesia kembali menjadi sorotan seiring melemahnya kemampuan lembaga hukum dalam membatasi kekuasaan negara. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Dr. Iwan Satriawan, MCL., menegaskan bahwa sistem peradilan yang tidak cukup berani menantang kebijakan eksekutif membuat kondisi negara hukum Indonesia semakin mengkhawatirkan.

Menurut Iwan, peradilan Indonesia belum menjalankan fungsi ideal sebagai pengawas kekuasaan, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara dengan tingkat rule of law yang tinggi. Ketiadaan keberanian lembaga peradilan untuk mengoreksi atau menolak kebijakan eksekutif, ujarnya, berdampak luas pada akuntabilitas kebijakan publik. Berbagai kebijakan terkait eksploitasi sumber daya alam, penerbitan izin, hingga tata kelola sektor publik berjalan tanpa mekanisme kontrol yang memadai.

Dekan Fakultas Hukum UMY tersebut menilai bahwa demokrasi tidak mungkin berjalan tanpa kebebasan berekspresi dan mekanisme checks and balances yang kuat. Ia menyoroti gaya kepemimpinan Prabowo yang dianggap cenderung alergi terhadap kritik, dan menilai bahwa situasi tersebut akan semakin berisiko jika tidak diimbangi dengan peradilan yang benar-benar independen.

“Kalau pemerintah tidak nyaman dengan kritik, itu tanda ada yang salah. Demokrasi hanya bisa hidup jika kekuasaan dibatasi. Dan pembatasan itu tidak akan pernah terjadi kalau pengadilan tidak berani berdiri tegak,” ujarnya saat ditemui pada Rabu (10/12) di Fakultas Hukum UMY.

Iwan menambahkan bahwa ketika pengadilan gagal menjalankan perannya sebagai benteng terakhir bagi warga negara, kekuasaan politik dapat bergerak tanpa batas dan tanpa kontrol institusional dari sistem hukum yang seharusnya melindungi publik. Ia mengaitkan kondisi ini dengan menurunnya peringkat rule of law Indonesia dalam survei World Justice Project dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, stagnasi dan kemunduran tersebut bukan sekadar angka, melainkan gambaran nyata dari lemahnya pembatasan kekuasaan, kurangnya transparansi, serta melemahnya independensi peradilan.

“Indikatornya jelas, mulai dari pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah, absennya korupsi, pemerintahan terbuka, hingga perlindungan hak fundamental. Semua itu masih menjadi masalah serius. Itulah sebabnya Indonesia terus turun dalam indeks rule of law,” jelasnya.

Tanpa peradilan yang independen, lanjut Iwan, pilar negara hukum akan melemah. Kebijakan publik tidak lagi dapat diuji berdasarkan prinsip legalitas, transparansi, dan akuntabilitas, melainkan bergantung pada preferensi politik penguasa. Situasi ini, menurutnya, berbahaya karena membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang, praktik otoritarianisme terselubung, serta meningkatnya risiko korupsi di berbagai lini pemerintahan.

Iwan mendorong pemerintah untuk memperkuat independensi lembaga peradilan melalui tata kelola yang lebih transparan, pembenahan proses rekrutmen, serta memastikan agar pengadilan tidak menjadi alat politik. (ID)


BAGIKAN